Minggu, 29 Januari 2012

Herman Felani Dituntut Enam Tahun Penjara

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktor era 1980-an, Herman Felani dituntut hukuman enam tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Herman dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait tiga proyek pengadaan di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Tuntutan tersebut dibacakan tim jaksa penuntut umum di hadapan majelis hakim yang diketuai Tati Hadiyanti dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (29/3/2012). "Kami berkesimpulan terdakwa Herman Felani telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa Supardi.

Jaksa menilai Herman melakukan perbuatan pidana sebagaimana termuat dakwaan primer yang diatur Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain dituntut hukuman kurungan dan denda, Herman juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 3,55 miliar yang dapat diganti dengan hukuman kurungan tiga tahun.

Pertimbangan yang memberatkan tuntutan, menurut jaksa, perbuatan Herman menimbulkan persaingan tidak sehat dalam pengadaan jasa pemerintah dan tidak mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi. Adapun hal yang meringkankan, Herman belum pernah dihukum sebelumnya, dan memiliki tanggungan keluarga.

Menurut jaksa, perbuatan Herman telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,21 miliar. Namun, karena Herman sudah mengembalikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi sebesar Rp 1,1 miliar, maka kerugian negara dihitung sebesar Rp 5,07 miliar. "Unsur merugikan keuangan negara telah terpenuhi," ujarnya.

Herman dianggap terbukti melakukan perbuatan korupsi secara sendiri maupun bersama-sama dengan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jornal Effendi Siahaan, Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Budirama Natakusumah, Kepala TU Kantor Dukcapil Provinsi DKI Harry Susanto, Kepala Dinas Kependudukan Edison Sianturi, Kepala PPLHD Hotman Silaen, dan Raj Indra Singh.

Jaksa menyatakan Herman terbukti melakukan korupsi pengadaan filler hukum pada Sekretariat Daerah DKI yang bersumber dari anggaran tahun 2006 dan 2007. Herman juga dinyatakan melakukan korupsi dalam pengadaan pemeliharaan dan operasional sarana dan prasarana di BPLHD yang bersumber anggaran tahun 2007, serta pengadaan produksi dan penayangan iklan layanan masyarakat soal urbanisasi di Dinas Kependudukan DKI yang bersumber dari anggaran tahun 2007.

Dari ketiga proyek itu, Herman disebut memperkaya diri Rp 4,7 miliar, memperkaya Jornal Rp 781 juta, Bahir Romsah Rp 77,3 juta, Made Suarjaya Rp 30 juta, Iruswandi Rp 38,6 juta, Budirama Rp 137,5 juta, Hotman Rp 137,5 juta, Junani Kartawirya Rp 50 juta, Rahmat Bayangkara Rp 12,5 juta, Muhammad Amin Rp 10 juta, Eko Gumilar Rp 19 juta, Andi Sofyan Rp 4 juta, Marliati 200 dollar AS, Haryanto 100 dollar AS, Edison Rp 20 juta, Murdiman Rekso Rp 35 juta, Harry Susanto Rp 25 juta, Sutikno Rp 5 juta, dan Endang Kadarusman Rp 5 juta.

Modus yang digunakan Herman dalam ketiga proyek itu serupa. Dalam proyek pengadaan filler, misalnya, dia dan Raj Indra meminta Jornal mengarahkan Panitia Pengadaan agar memenangkan PT Raditya Putra Bahtera. Sebagai imbalan atas pemenangan perusahaannya, Herman menjanjikan fee 10 persen dari total nilai proyek sebesar Rp 2,18 miliar. "Padahal dana yang dikeluarkan terdakwa hanya Rp 469 juta," kata jaksa.

Dalam pengadaan filler tahun 2007, Herman kembali menitipkan perusahaannya, CV Sandi Perkasa, untuk dimenangkan. Dalam pengadaan pemeliharaan sarana dan prasarana di BPLHD, Herman dibantu Budirama mengarahkan Panitia Pengadaan agar memenangkan PT Global Vision Universal. Adapun dalam pengadaan iklan urbanisasi pada 2007, Herman dibantu Eddy Sianturi mengarahkan agar PT Bumi Vision Abadi dimenangkan.

Perbuatan Herman bersama Jornal dalam mengarahkan Panitia Pengadaan untuk memenangkan perusahaan yang diajukan terdakwa, dinilai bertentangan dengan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang/Jasa, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2006 yang mengatur etika pengadaan. Atas tuntutan jaksa ini, Herman akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang dibacakan pekan depan.

barbara_mori 29 Mar, 2012



www.digosip.blogspot.com